Memaafkan Diri Sendiri

josstoday.com

Ilustrasi

JOSSTODAY.COM - Oleh Rully Anwar **)

Meminta maaf dan memberi maaf saat lebaran adalah tradisi yang dianjurkan, bahkan diwajibkan oleh ajaran agama. Idul Fitri adalah momentum silaturahim umat Islam setelah setahun sebelumnya hidup dalam masalah, konflik, polemik, dan tentu saja kontestasi. Idul Fitri adalah fase yang ”memaksa” manusia untuk tawadhu, tunduk, dan pasrah bahwa dirinya adalah buih di lautan. Kita kecil di mata kekuasaan Allah, sang pemilik dan penguasa langit dan bumi.

Namun, seringkali energi kita terlalu dihabiskan untuk ritual lebaran, mulai dari belanja lebaran, menyiapkan segala sesuatu untuk lebaran, mulai dari pakaian baru, makanan, dan rencana-rencana kunjungan silaturahim, termasuk mudik. Belum lagi kemudian selama bulan syawal kita kerap dihadapkan seremonial atau momentum halal bihalal. Ibarat kata, tradisi ramadhan hampir sama dengan tradisi lebaran. Ramadhan sibuk dengan buka bersama, Syawal kita diharapkan acara-acara halal bihalal.

Salahkah itu semua? Ya tentu tidak. Silaturahim sangat dianjurkan, bahkan diyakini akan memberikan syafaat kepada kita dalam melancarkan rezeki dan memperpanjang usia. Lalu apa yang kurang? Apa yang sering terlewat dari diri kita sepajang momentum lebaran? Ya kita lupa dan kadang bisa jadi kita terlupa untuk memaafkan diri kita sendiri. Kita “sibuk” minta maaf ke orang lain atau memberi maaf pada orang lain sesama muslim sesuai yang diajurkan oleh agama. Tapi harus diakui, kita lalai memaafkan diri kita sendiri. Bukankah momentum lebaran adalah media bagi kita sebagai umat sama-sama instrospeksi diri, berkaca diri. Rasanya penting untuk menjadikan kesadaran akan kesalahan kita sebagai basis membuka pintu maaf pada orang lain.

Bukankah kita semua pernah berbuat salah? Kita bukanlah malaikat yang selalu benar. Kita manusia karena itu kita lalai dan salah. Manusia adalah “perpaduan” malaikat dan syetan. Kita punya peluang benar, tapi kita juga punya peluang salah. Namun, menyadari sebuah kesalahan dan berjanji sekuat tenaga untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut adalah sesuatu yang berat. Tapi, tentu dari kesalahan kita menyadari bahwa kita masih manusia. Dari kesalahan kita bisa memetik hikmah. Namun, tidak sedikit dari kita gagal mengambil hikmah. Banyak dari kita terpuruk karena kesalahan di masa lalu dan menghantui setiap waktu. Akibatnya, kita terkadang kehilangan semangat, tidak percaya diri, bahkan lebih dari itu, merasa masa depannya suram.

Banyak dari kita tidak peduli dengan kesalahan diri sendiri. Padahal saat kesalahan kita membekas, memberikan pengaruh besar kepada kehidupan kita. Kesalahan yang tidak dikelola dengan baik bisa memengaruhi kehidupan kita. Tidak jarang kita pernah merasa menjadi orang yang salah, bahkan menyalahkan diri sendiri terus menerus. Ujungnya akan melahirkan pikiran negatif terhadap diri sendiri dan menyebabkan kita rendah diri. Padahal rendah diri, jika dibiarkan, akan seperti bola salju, semakin lama semakin membesar. Saat rendah diri sudah menggunung, kita akan dihadapkan pada situasi yang buruk dan ini bahaya buat kita.

Rendah diri selalu ditemani oleh luka. Saat kita terluka, umumnya kita akan melakukan usaha ekstra melindungi bagian yang terluka. Nah, rendah diri dan emosi negatif adalah mimpi buruk bagi kehidupan kita. Lebaran semestinya diutamakan juga untuk mengenali dalam diri kita, apakah kita masih menyimpan sikap maupun sifat rendah diri dan emosi negatif tersebut? Jika iya, jalan utama adalah memaafkan diri kita sendiri. Memaafkan atas kesalahan-kesalahan kita masa lalu. Kita harus berdamai dengan masa lalu kita. Masa lalu tidak bisa kita ubah sedikitpun. Namun, masa depan masih berpeluang untuk kita ciptakan sebaik mungkin.

Tentu saja, memaafkan diri kita sendiri bukan berarti kita bisa seenaknya berbuat kesalahan terus menerus. Hukum ilahi tetap menjadi pedoman kita. Bagaimanapun manusia memang tidak luput dari kesalahan. Namun manusia dianugerahi dengan nikmat akal yang tentu dibarengi dengan rasa. Akal dan rasa inilah alat kita sebagai manusia menjauhkan diri dari potensi salah, apalagi dosa. Sebagai manusia kita harus menghindari kesalahan. Jika kesalahan tidak bisa kita lawan, ya tentu saja kita harus memaafkan diri kita sendiri atas hal tersebut. Rasanya dimaklumi selama kita segera memperbaiki kesalahan. Kita harus yakin bahwa upaya perbaikan akan berjalan efektif jika kita telah memaafkan kesalahan kita. Memaafklan diri sendiri ibarat peta jalan kita sebagai manusia untuk berhijrah ke jalan yang lebih baik dari sebelumnya.

Nah,. Lebaran adalah alarm tahunan kita untuk memaksa kita merenung dan menghitung kesalahan-kesalahan apa saja yang sudah kita lakukan setahun terakhir ini. Dari memori yang kita kumpulkan, kita kelompokkan apa saja kesalahan kita. Mari kita memaafkan kesalahan kesalahan diri kita tersebut, tentu dengan dibarengi niat untuk tidak mengulangi lagi kesalahan-kesalahan itu.   

Tentu saja memaafkan berbeda dengan melupakan. Kesalahan itu akan tetap kita ingat, namun dengan cara mengingat itulah membantu kita untuk segera memaafkan diri kita. Bagaimanapun sebuah peristiwa yang melibatkan emosi sulit untuk dilupakan, tetapi bisa dimaafkan. Mari kita terima kesalahan-kesalahan itu sebagai sejarah yang pernah kita ukir. Dengan cara itulah kita menerima diri kita seutuhnya. Dengan menerima diri kita secara utuh, di saat itulah kita sudah siap meminta maaf dan memberikan maaf di momentum yang fitri ini. Mari memaafkan kesalahan kita sebelum kita memberi maaf pada yang lainnya dan memohon maaf lahir dan batin atas kesalahan kita kepada sesama. Selamat Idul Fitri 1438 H. (*)

**) Rully Anwar adalah pemimpin redaksi Josstoday.com dan Bumntoday.com 

 

 

 

today review rully anwar